Ulil Blog

Selamat datang, semoga bermanfa'at.

Ulil Blog

Selamat datang, Semoga bermanfa'at.

Ulil Blog

Selamat datang, Semoga Bermanfa'at.

Ulil Blog

Selamat datang, Semoga bermanfa'at.

Ulil Blog

Selamat datang, semoga bermanfaat.

Friday, 12 July 2013

Konsep Pembelajaran


a. pengertian Pembelajaran
           Pembelajaran adalah terjemahan dari instruction yang ba
nyak di pakai dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat. Istilah ini banyak dipengaruhi oleh aliran Psikologi Kognitif-Wholistik, yang menempatkan siswa sebagai sumber dari kegiatan. Selain itu, istilah ini juga dipengaruhi oleh perkembangan teknologi yang diasumsikan dapat mempermudah siswa mempelajari segala sesuatu lewat berbagai macam media seperti bahan-bahan cetak, program televise, gambar, audio, dan lain sebagainya, sehingga semua ini mendorong terjadinya perubahan peranan guru dalam mengelola proses belajar mengajar, dari guru sebagai sumber belajar menjadi guru sebagai fasilitator dalam belajar mengajar. Hal ini seperti yang diungkapkan Gagne (1992) yang menyatakan:
“Instruction is asset of event that effect leanear in such a way that learning is facilitated”
Oleh karena itu menurut Gagne mengajar merupakan bagian dari pembelajaran, dimana peran guru lebih ditekankan kepada bagaimana merancang berbagai sumber dan fasilitas yang tersedia untuk digunakan atau di manfaatkan oleh siswa dalam mempelajari sesuatu. Lebih lengkap Gagne menyatakan:
“Why do we speak of instruction rather than teaching? It is because we wish to describe all of that many have a direct effect on the learning of a human being, not just those set is motion by individual who is teacher. Instruction may include events that area generated by page of print, by a picture, by a television program, or by combination of physical objects, among other things. Of course, a teacher may play an essential role in the arrangement of any of these events” Gagne.[1]
Dalam istilah pembelajaran yang lebih dipengaruhi oleh perkembangan hasil-hasil teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan belajar, siswa diposisikan sebagai subyek belajar yang memengang peranan yang utama, sehingga dalam seting proses belajar mengajar siswa dituntut untuk beraktifitas secara penuh bahkan secara individual mempelajari bahan pelajaran. Dengan demikian dalam istilah “mengajar” merupakan guru sebagai “pemeran utama” memberikan informasi, maka dalam “instruction” guru itu lebih banyak berperan sebagai fasilitator, mengatur berbagai sumber dan fasilitas untuk di pelajari siswa.
Terdapat bebarapa karekteristik pembelajaran yaitu:[2]
a. Pembelajaran berarti membelajarkan siswa
Dalam konteks pembelajar, tujuan utama mengajar adalah membelajarkan siswa. Oleh karena itu, kriteria keberhasilan proses pembelajaran tidak diukur sejauh mana siswa telah menguasai materi pelajaran, tetapi diukur dari sejauh mana siswa telah melakukan proses belajar. Dengan demikian guru tidak lagi berperan hanya sebagai sumber belajar, akan tetapi berperan sebagai orang yang membimbing dan memfasilitasi agar siswa mau dan mampu belajar. Inilah makna proses pembelajaran berpusat pada siswa. Siswa tidak dianggap sebagai objek belajar yang dapat diatur oleh dan dibatasi oleh kemauan guru melainkan siswa ditempatkan sebagai subjek yang belajar sesuai dengan bakat minat, dan kemampuan yang dimilikinya. Oleh sebab itu, materi apa yang seharusnya dipelajari dan bagaimana cara mempelajarinya dengan memperhatikan perbedaan siswa.
b. Proses pembelajaran berlangsung dimana saja
sesuai dengan karakteristik pembelajaran yang berorientasi kepada siswa, maka proses pembelajaran bisa dimana saja. Kelas bukanlah satu-satunya tempat belajar sesuai dengan kebutuhan dan sifat materi pelajaran. Ketika siswa akan belajar tentang fungsi pasar misalnya, maka pasar itu sendiri akan menjadi tempat belajar siswa.
c. Pembelajaran berorientasi pada pencapaian tujuan
Tujuan pembelajaran bukanlah penguasaan materi pelajaran, akan tetapi proses untuk mengubah tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Oleh karena itu, penguasaan materi pelajaran bukanlah akhir darai proses pengajaran, akan tetapi hanya sebagai tujuan antara untuk pembentukan tingkah lalu yang


[1] Wina Sanjaya, Pembelajaran dalam Implemantasi Kurikulum Berbasis Kopetensi, (Jakarta: KENCANA, 2005), hal 78
[2] Ibid, hal 79-80

Thursday, 11 July 2013

Konsep guru


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua 1991, guru diartikan sebagai orang yang perkerjaannya (mata pencariaannya) mengajar. Kata guru dalam bahasa Arab disebut mu’allim dan dalam bahasa Inggris disebut teacher itu memang memiliki arti yang sederhana, yakni guru ialah seseorang yang pekerjaannya mengejar orang lain.

Guru sebagai seorang pendidik ataupun pengajar mempunyai pengaruh penting dalam kesuksesan setiap usaha pendidikan. Oleh karena itu pada setiap perbincangan mengenai perubahan kurikulum, pengadaan alat-alat pembelajaran sampai pada tujuan pengajaran pasti bermuara pada guru. Dengan demikian dapat disimpulkan betapa pentingnya posisi guru dalam dunia pendidikan.

Guru adalah subyek pembelajaran peserta didik. Sebagai subyek pembelajaran, guru berhubungan langsung dengan peserta didik. Peserta didik merupakan pribadi-pribadi yang sedang berkembangan. Peserta didik tersebut memiliki motivasi belajar yang berbeda-beda. Guru dapat menggolong-golongkan motivasi belajar peserta didik tersebut. Kemudian guru melakukan penguatan-penguatan pada motivasi instrumental, motivasi sosial, motivasi berprestasi dan motivasi intrinsik peserta didik.
Guru adalah komponan yang penting dalam pendidikan, yakni orang yang bertanggung jawab mencerdaskan kehidupan anak didik, dan bertanggung jawab atas segala sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam rangka membina anak didik agar menjadi orang yang bersusila yang cakap, berguna bagi nusa dan bangsa di masa yang akan dating.
Guru yang baik adalah guru yang memiliki karakteristik kepribadian. Dalam artian sederhana, kepribadian ini bersifat hakiki individu yang tercermin pada sikap dan perbuatannya yang membedakan dirinya dengan yang lain. Mcleod (1989) mengartikan kepribadian sebagai sifat khas yang dimiliki seseorang. Dalam hal ini, kata lain yang sangat dekat artinya dengan kepribadian adalah karakter dan identitias.
Kepribadian yang dimiliki oleh seorang guru adalah penting peranannya bagi kesuksesan proses pembelajaran, karena disamping ia berperan sebagai pembimbing dan pembantu, guru juga berperan sebagai panutan bagi peserta didiknya.
Karakteristik kepribadian yang berkaitan dengan keberhasilan guru dalam profesinya adalah meliputi:

a. Fleksibilitas Kognitif Guru
Fleksibilitas kognitif (keluasan ranah cipta) merupakan kemampuan berfikir dengan tindakan secara simultan dan memadai dalam situasi tertentu. Guru yang fleksibel biasanya ditandai dengan keterbukaan berfikir dan beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Selain itu ia juga memiliki daya tahan terhadap ketertutupan ranah cipta yang terlampau dini dalam pengamatan dan pengenalan.
Dalam mengamati dan mengenali sesuatu, guru yang fleksibel harus selalu berfikir kritis dengan penuh pertimbangan yang dilakukan dengan akal sehat yang dipusatkan pada pengembilan keputusan untuk mempercayai atau untuk mengingkari sesuatu.
b. Keterbukaan Psikologis
guru yang terbuka secara psikologis biasanya ditandai dengan kesediaannya yang relative tinggi untuk mengkomunikasikan dirinya dengan factor-faktor ekstern antara lain siswa, teman sejawat dan lingkungan pendidikan tempatnya bekerja. Guru yang terbuka seperti ini biasanya mampu menerima kritikan dan saran dengan ikhlas. Selain itu guru yang seperti ini juga memiliki rasa empati yang tinggi, yakni respon afektif terhadap pengalaman-pengalaman emosional dan perasaan tertentu terhadap orang lain. Seumpama ada orang murid yang mengalami kemalangan maka iara akan turut bersedih dan menunjukkan simpati serta ia akan berusaha untuk mencari solusinya.
Pada prinsipnya setiap guru hanya wajib bertanggung jawab atas terselenggaranya proses belajar-mengajar pada bidangnya saja. Namun disamping itu, ia juga diharuskan dapat ikut memikul tanggung jawab bersama dalam mencapai tujuan yang lebih jauh seperti tujuan institusional pada lembaga tempatnya bekerja dan tujuan nasional.

Sumber : Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Rosda Karya, 2000),

The Role of Training Method to Improve Employee Skill at UMKM Batik Bojonegoro

ABSTRACT

Amin, M. Ulil, 2013. The Role of Training Method to Improve Employee Skill at UMKM Batik Bojonegoro (A Study of Batik Jenogoroan Business at Marely Jaya Bojonegoro). Final Paper, Department of Social Science, Study Program of Economic Education of State Islam University (UIN) of Maulana Malik Ibrahim Malang. Promotor: Kusumadyah Dewi, M.Ab.

Keywords: Training, Employee Skill

The advance of science and technology calls the company for developing the existing employees into the more skilled and trained employees in performing their work. The company, therefore, takes initiative to organize a training program for employees because this training increases their self-confidence, their satisfaction and self-respect, and their capability to improve the work productivity of employees.

Focus of research is how is the role of training method to improve employee skill at UMKM Batik Bojonegoro which is belonged to the owner “Marely Jaya” at Sumberejo Bojonegoro.

Research approach is qualitative research using a case study research. A case study is a research conducted with intensive, detail and deep fashions on one organization, which is Batik Jenogoroan Industry with brand name “Marely Jaya” at Sumberejo Bojonegoro. Data are collected through observation, documentation and interview techniques.

Based on the result of research through data collection stages and the findings of the paper, it is then concluded that two training methods are used by UMKM Marely Jaya Bojonegoro, which are On the Job Training and Off the Job Training. There are factors supporting and constraining the improvement of employee skill at UMKM Marely Jaya Bojonegoro. The supporting factors is easy recruitment for employee, good management, low production cost, the fostering from immediate government, and wide marketing scope, while the constraining factors are low human resource, moral issue, low income for new employee, and limited production equipment.

Mencintai itu menyakitkan ! Benarkah ?

Mencintai itu menyakitkan, tidak mencintai juga menyakitkan. Mencintai namun tidak dicintai menyisakan luka yang teramat besar - Benita Peres Galdes
Tulisan ini terinspirasi ketika melihat curhat seorang teman melalui statusnya di FB. “Ternyata mencintai itu menyakitkan! Lebih baik Dicintai daripada mencintai”. Kalimat tersebut melukiskan kekecewaan hati ketika orang yang kita cintai ternyata menyakiti hati.



Pernahkah anda merasakan cinta yang begitu menyakitkan? Bukankah cinta itu sesuatu yang seyogyanya mampu membuat setiap insan bahagia, bahkan sejuta rasanya takkan sanggup untuk diuraikan dengan kata-kata. Cinta adalah sebuah kekuatan. Kekuatan yang mampu merubah duri menjadi mawar, cuka menjadi anggur, sedih menjadi riang, amarah menjadi ramah dan musibah menjadi muhibah. Cinta adalah pengorbanan. Cinta adalah ketulusan. Cinta adalah keikhlasan. Cinta itu tidak mengekang. Cinta itu tidak menyakiti. Namun dengan kekuatannya, cinta mampu membuat kita berurai airmata. Airmata kesedihan ataupun airmata keharuan. Namun mengapa cinta juga bisa merubah perilaku seseorang menjadi sosok yang begitu menakutkan layaknya monster?

Tentu anda pernah mendengar atau membaca berita yang sangat tidak manusiawi. Akibat terbakar cemburu, seorang suami tega membakar isterinya. Atau seorang laki-laki yang begitu kejamnya membunuh kekasihnya dengan cara keji hanya karena tidak terima kekasihnya itu ber-bbm ria dengan lelaki lain. Api cemburu ternyata mampu melumatkan cinta. Cemburu buta, posesif berlebihan, amarah meluap mampu memadamkan cinta yang membara.

Begitu banyak pertanyaan yang melatarbelakangi mengapa mencintai seseorang justru sangat menyakitkan? Mengapa cinta bisa mengubah seseorang menjadi kejam? Dan bila cinta bersemayam dalam hati, mengapa begitu banyak pasangan suami isteri yang memutuskan bercerai? Kemanakah perginya cinta yang dahulu bergelora? Mengapa seseorang tega mengkhianati pasangannya? Mengapa suami melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap isterinya? Mengapa ada orang yang nekat mengakhiri hidupnya dengan tragis hanya karena putus cinta? Sedemikian dahsyat kah cinta memporak-porandakan hati? Benarkah mencintai itu menyakitkan?

Lantas, latar belakang apa yang membuat seseorang mencintai menjadi begitu terasa menyakitkan hati:

1. Cinta yang terkhianati

Siapapun orangnya di muka bumi ini tentu akan merasakan sakit ketika mengetahui seseorang yang yang dicintai ternyata tega mengkhianatinya. Seorang isteri tentu akan merasakan kekecewaan yang teramat dalam ketika mengetahui suami yang sangat dicintainya telah berselingkuh atau memiliki Wanita Idaman Lain. Atau ia memergoki suaminya begitu menikmati kecantikan atau mengagumi wanita lain. Begitu pula sebaliknya. Sang suami menerima kenyataan isterinya ternyata tidak setia. Atau suami yang kecewa karena ternyata sang isteri tidak sesuai dengan harapannya. Ketika ia mengetahui isterinya ternyata seorang perempuan yang cerewet, pemarah atau memiliki perilaku yang tidak pantas. Mengharapkan pasangan memiliki kadar cinta yang sama namun ternyata harapan tidak sesuai dengan kenyataan, hal itulah yang membuat orang yang sangat mencintai akan merasakan sesuatu yang begitu menyakitkan.

Rasa takut kehilangan seseorang yang sangat dicintai akan membuatnya merasakan sakit ketika menerima kenyataan pahit bahwa orang yang dicintainya itu ternyata telah meninggalkannya atau melukai hatinya. Tentu saja cinta akan semakin menyakitkan bila bernilai posesif, rasa kepemilikan yang sangat tinggi, sehingga sulit berbagi rasa dengan yang lain.

Pada prinsipnya manusia akan merasa kesulitan mengalami kehilangan. Rasa sakit kehilangan sesuatu lebih kuat dibandingkan saat mendapatkan sesuatu.

Menurut Daniel Kahneman, peraih penghargaan Nobel atas karyanya “Prospect Theory”, memposisikan bagaimana seseorang mengambil pilihan dalam suatu situasi. Ketika ia harus mengambil keputusan antara 2 hal yang mengandung risiko. Contoh, manusia akan memandang rasa sakit kehilangan uang sebanyak Rp.50.000 lebih besar ketimbang ia mendapatkan uang dengan jumlah yang sama. Hal ini merupakan fakta psikologis bahwa otak manusia memandang rasa kehilangan lebih berat ketimbang mendapatkan suatu hal yang baru.

Ketika seseorang kehilangan sesuatu atau orang yang sangat dicintainya, biasanya akan menimbulkan rasa sakit atau luka yang mendalam dibandingkan saat ia mendapatkan sesuatu. Biasanya kita akan kita lebih termotivasi untuk menghindari rasa kehilangan daripada mengambil risiko untuk mendapatkan sesuatu yang baru.

2. Mencintai seseorang yang tidak mencintai

Cinta bertepuk sebelah tangan. Rasa kecewa mendalam ketika cinta yang telah terpupuk subur di dalam hati ternyata tidak terbalaskan. Mencintai seseorang yang ternyata tidak mencintai akan terasa menyesakkan dada.

Ketika seseorang mengalami penolakan cinta, tak hanya hati yang terasa sakit, namun perasaan seolah dalam kondisi didorong ke arah berlawanan dari arah yang sebenarnya ingin dituju. Saat mengetahui ternyata sang pujaan hati tidak bisa membalas rasa cinta atau tidak mau menjalin hubungan lebih dari sekadar pertemanan,biasanya kalimat yang akan terungkap ketika curhat kepada sahabat adalah “aku ditolak”.

Mengapa penolakan cinta begitu terasa menyakitkan? Para peneliti di University of Amsterdam menemukan bahwa penolakan terkait dengan respon sistem saraf parasimpatetik. Saat tubuh aktif, seperti halnya seseorang yang hendak berkelahi maka sistem simpatetik akan bersiap, detak jantung menguat, pupil mata membesar, dan energi menjadi tinggi. Sistem parasimpatetik tersebut bertanggung jawab terhadap tubuh saat beristirahat.

Ketika cinta ditolak, para ahli mengatakan, seseorang akan merasakan seolah tidak disukai, kemudian berujung pada detak jantung melambann, begitu pula aktivitas sistem saraf parasimpatetik. Intinya, ditolak atau diputus cinta menghasilkan respon fisik dan psikologis. Tak heran, saat seseorang mengalami penolakan, maka ia akan merasakan seolah “copot” atau “patah”, hal itu disebabkan karena detak jantung yang mendadak melamban tadi.

3. Mencintai seseorang yang telah menjadi milik orang lain

Ketika kita mencintai seseorang, harapan untuk memilikinya tentu teramat besar. Inilah penyebab utama mengapa banyak orang merasa tersakiti oleh cinta. Ketika menerima kenyataan bahwa orang yang kita cintai telah menjadi milik orang lain. Harapan untuk bersatu pun menjadi kandas. Mencintai dan dicintai oleh seseorang yang telah menjadi milik orang lain, akan terjebak dalam pusaran ‘cinta terlarang’. Sebenarnya apa yang mereka rasakan bukanlah sebuah cinta, melainkan sebuah hasrat. Hasrat untuk memiliki, hasrat untuk melindungi, dan hasrat untuk menjaga, hasrat untuk bisa terus bersama meskipun tembok tinggi menghalangi keduanya. Hasrat itu bukanlah cinta.

Hal ini bisa terjadi kepada siapa saja. Ketika hati sedang berbunga cinta, belakangan baru anda ketahui bahwa pasangan anda ternyata telah memiliki orang lain. Dilema hati tentu akan merajai perasaan anda. Saatnya anda harus mengambil keputusan agar tidak terjebak dalam hubungan cinta yang rumit. Anda hanya memiliki 2 pilihan yang jelas; yaitu terus mencintai orang tersebut atau melupakannya sama sekali.

Bila anda tetap memilih keputusan yang pertama, berarti anda harus siap menanggung segala risikonya. Di saat anda sedang membutuhkan dirinya untuk menemani anda sewaktu anda sedang sakit atau sedang bersedih, ternyata dirinya tak mampu memenuhi harapan anda. Perasaan terabaikan kerap melanda jiwa anda. Hal itulah yang suatu saat akan melukai hati anda. yang Padahal anda bisa membuka hati untuk wanita atau pria idaman di luar sana yang mungkin jauh lebih baik.

4. Hubungan Cinta yang kandas di tengah jalan

Hubungan cinta yang terjalin suatu saat akan menemukan titik jenuh. Hal tersebut terungkap dari penelitian yang dilakukan oleh Researchers at National Autonomous University of Mexico mengungkapkan hasil risetnya yang begitu mengejutkan. Menurut penelitinya sebuah hubungan cinta pasti akan menemui titik jenuh, bukan hanya karena faktor bosan semata, tapi karena kandungan zat kimia di otak yang mengaktifkan rasa cinta itu telah habis. Rasa tergila-gila dan cinta pada seseorang tidak akan bertahan lebih dari 4 tahun. Jika telah berumur 4 tahun, cinta sirna, dan yang tersisa hanya dorongan seks, bukan cinta yang murni lagi.

Rasa tergila-gila yang muncul di awal jatuh cinta disebabkan oleh aktivasi dan pengeluaran komponen kimia spesifik di otak, berupa hormon dopamin, endorfin, feromon, oxytocin, neuropinephrine yang membuat seseorang merasa bahagia, berbunga-bunga dan berseri-seri. Akan tetapi seiring berjalannya waktu, dan terpaan badai tanggung jawab dan dinamika kehidupan efek hormon-hormon itu berkurang lalu menghilang.

Bagaimana reaksi kita ketika menerima kenyataan orang yang kita cintai tidak merasa nyaman berada di samping kita? Mungkin dia tidak begitu saja meninggalkan kita, namun dengan sikap dan perilakunya yang menunjukan rasa jenuh menyebabkan hati terluka. Ketika dia akhirnya hubungan itu kandas, hal itu akan sangat menyakitkan.

Para peneliti di Stony Brook University berpendapat bahwa seseorang yang mengalami kekecewaan saat hubungan cintanya kandas kemudian dia harus melupakan orang yang dicintainya, diibaratkan seperti seseorang yang diharuskan berhenti merokok dan melupakan adiksi terhadap zat-zat tertentu. Terdapat area pada otak yang aktif saat terjadi rasa sakit akibat kandasnya sebuah hubungan cinta, . Bagian itu juga terhubung dengan kebutuhan akan motivasi, reward, dan adiksi. Bahkan bagian otak tersebut menunjukkan kesamaan antara hubungan cinta yang kandas dan “sakaw” akan zat-zat tertentu. Hubungan cinta yang kandas akan terasa sakit karena kita punya ketergantungan terhadap hubungan.

Cinta merupakan salah satu pesan agung yang disampaikan Allah SWT kepada manusia sejak awal penciptaan makhluk-Nya. Dalam salah satu hadis yang diterima dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, “Ketika Allah mencipta makhluk-makhluk-Nya di atas Arsy, Dia menulis satu kalimat dalam kitab-Nya, ‘Sesungguhnya cinta kasihku mengalahkan amarahku.’ (HR Muslim).

Cinta seorang manusia kepada manusia yang lain semata-mata karena cintanya terhadap orang tersebut, tentu akan banyak menimbulkan persoalan serius, seperti kekecewaan, amarah, penyesalan bahkan sakit hati. Sebab cinta manusia hanya bersifat sementara. Cinta yang muncul karena dorongan material dan hawa nafsu. Kedua hal inilah yang sering membuat manusia lalai dalam kenikmatan duniawi.

Jika kecintaan kita terhadap seseorang dilandasi karena kecintaan kita terhadap sang Pencipta manusia, kehidupan kita niscaya akan berjalan harmonis dan langgeng. Sebab cinta yang diajarkan Allah SWT adalah cinta yang berujung pada keabadian, karena Allah sendiri adalah Zat yang abadi dan tak pernah rusak. Keabadian, keharmonisan, dan kesejahteraan umat manusia akan tercapai jika cinta yang ada pada diri manusia ditujukan semata-mata hanya karena Allah SWT. CintaNYA yang mengingatkan manusia bahwa DIA tidak akan pernah mendahulukan amarah-Nya.

Mampukah kita mencintai pasangan kita semata-mata karena kecintaan kita kepada Allah SWT? Semoga kita termasuk orang-orang yang bisa mencinta semata-mata hanya karena mengharap cintaNYA.

**********

*diambil dari FP Dunia Bola

 
Design Downloaded from Photoshop Patterns | Free Backgrounds